Setelah kamar tersebut disiapkan, pelaku mendatangi IL. Dalam pertemuan itu, situasi berubah drastis.
Pelaku mendekati korban dengan niat tidak senonoh. Meski IL sempat melawan, ancaman kekerasan fisik membuatnya tak berdaya.
Trauma yang dialaminya tak hanya menghancurkan kepercayaan dirinya, tetapi juga membuatnya mempertimbangkan untuk mundur dari partai.
Namun, pelaku disebut-sebut berusaha membujuknya dengan janji-janji kosong.
Laporan yang diajukan oleh tim hukum korban mencakup pasal-pasal dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022, termasuk Pasal 6B, 6C, serta Pasal 15 huruf C, yang memperberat hukuman apabila kekerasan seksual terjadi dalam relasi kuasa antara atasan dan bawahan.
Tim hukum korban, yang terdiri dari Dr (C) H. Andry Effendy, S.H., M.H., CLMC; Antoni, S.H.; Ridwan Anthony Taufan, S.H., M.H., Mkn., M.Si.; dan Rini Fitri Octa Amelia, S.Kom., S.H., menyatakan bahwa ini adalah kasus pidana murni dan tidak memiliki kaitan dengan politik, meski melibatkan seorang tokoh yang sedang bertarung dalam Pilkada Bekasi 2024.
Bagi korban, ini bukan hanya perjuangan untuk mendapatkan keadilan, tetapi juga untuk meruntuhkan relasi kuasa yang kerap menjerat pihak-pihak yang lebih lemah.
“Ini adalah momen penting untuk menunjukkan bahwa hukum harus berpihak kepada mereka yang dirugikan, tanpa memandang posisi atau jabatan,” tegas Ridwan.
Seiring dengan bergulirnya kasus ini, harapan masyarakat Kota Bekasi tertuju pada keadilan yang sesungguhnya.
Trauma korban adalah pengingat bahwa di balik gemerlap politik, masih ada cerita-cerita yang membutuhkan perhatian dan keberpihakan hukum. (Red)
Komentar