PD (Tinggi) IP (Rendah)!

Opini820 Dilihat

Sedangkan Ahok sempat keluarkan jurus jitu adanya sokongan para taipan dalam pemilihan Presiden. Udar Pristono diduga dibungkam. Sumber Waras sumber masalah tersimpan bara bahkan anak anak Jokowi dijadikan Wali Kota disaat Bapaknya penguasa negeri ini.

Freeport tadinya Jokowi tolak bak seorang nasionalis tulen, namun akhirnya tunduk dan bertekuk lutut pada simbol imperialisme Amerika. Dengan mempermudah ijin eksport konsentrat dan menyetujui kontrak karya meski menentang amanat undang-undang minerba.

Belum lagi 66 janji Presiden dihadapan rakyat Indonesia seperti membeli kembali Indosat, tidak Import pangan. Tidak utang luar negeri, menyelesaikan persoalan HAM dan lain sebagainya dan lain sebagainya.

Semua riak di negeri ini bersumber dari untaian kata-kata manis yang keluar dari pemimpin negeri ini.Dalam pemerintahan ini, kita telah sedang menyaksikan (sambil ketawa) sandiwara murahan pemerintah.

Antar institusi negara dibentrokan, hukuman mati, penenggelaman sampan-sampan murahan. Negeri maritim yang paceklik, hukum jahiliah kebiri, kapitalisasi politik Laut Cina Selatan yang suhu politiknya tidak pernah besar. Dan tidak akan pernah besar.

Dengan pura pura dan menipu rakyat dengan mengobarkan semangat nasionalisme diatas geladak kapal perang Republik Indonesia pembelian rakyat kecil (wong cilik). Penipuan murahan dan omong kosong dan membantai terhadap orang-orang telanjang di Papua.

Dengan mengatakan akan bangun rel kereta api di Papua, jalan tol melintasi tebing-tebing terjal.Selama 9 tahun, Pemimpin di negeri ini hadir tanpa perasaan, tanpa peduli terhadap kaum marjinal, orang-orang miskin.

Pundi-pundi orang kaya tumbuh 10% / tahun. Pengusaha hanya tumbuh 3%. Orang miskin hanya turun 1 digit. Rangking IPM dunia bangsa ini turun 8 tingkat dari 108 di tahun 2014 dan 116 di tahun 2022, Ironi di tengah negara telah habiskan uang rakyat 20 ribu trilyun selama 9 tahun APBN.

Akhirnya juga saya mengukur moralitas pemimpin dengan hanya dilihat dari Mobil ESEMKA bikinan Solo. Yang mendobrak citra seorang Wali Kota hingga menjadi presiden, orang nomor 1 Republik ini. Hari ini, ESEMKA tidak bisa diproduksi jadi mobil buatan domestik seperti Proton di Malaysia dan Mobil Nasional jaman Suharto.

Meskipun konon katanya masih diperdebatkan atas kebenaran akan diproduksinya. Padahal Jokowi janjikan proyek ini tidak pernah kunjung usai sampai apa tahun yang ke-3.

Dalam politik transaksional, bagaimana berkoalisi ke Pemerintahan. Selain tawaran menteri juga dugaan pembagian proyek triliunan rupiah. Bukankah pembangunan infrastruktur , jalan, jembatan dan lain-lain yang membutuhkan triliunan rupiah itu.

Presiden menggunakan otoritas melalui kontraktor Pemerintah. Kemudian dengan diam-diam menggandeng kontraktor swasta dengan penunjukan langsung?

Memang berkuasa itu enak. Mumpung berkuasa, aji mumpung dan itulah kekuasaan. Dengan berkuasa, secara leluasa bernafsu memanfaatkan kekuasaan untuk dirinya, sanak saudaranya, koleganya dan masa depan kariernya.

Ada benarnya jika seorang Inggris, Lord Acton menyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup dan mau melakukan korupsi secara mutlak (power tends to korups, and will corupts absolutely).

Karena itu kecenderungan pemimpin negeri ini berharap pada negara, pejabat dan sanak saudara. Berdagang pengaruh kekuasaan dan jabatan (trading in influences).

Sebuah tindakan amoralitas yang berlangsung sejak jaman (hukum hamurabi) babilonia, korupsi, kolusi dan nepotisme. Seperti lazimnya negara berpolitik dan birokrasi patrimonial di negeri Republik, egalitarian, rational dan democratis.

Namun saya menghormati bangsa ini yang masyarakat masih anonim dalam politik. Sebagaimana Pengamat Politik berkebangsaan Australia Herber Feith pernah sampaikan. Kondisi pemilih tahun 1955 dan saat ini hanya terjadi perubahan pemerintahan dan politik.

Sementara mayoritas masyarakat masih stagnan dan belum melek politik. Sehingga timbul kelompok solidaritas nekat, solidaritas buta, militan dan cenderung fanatis.

Mereka tidak mengerti bahwa negeri mereka sedang dijarah dan rampok. Apapun argumentasinya, negara ini telah berbaik hati pada penguasa dan pendukung.

Hidup bersedekah dari negara seperti rakyat di negeri feodal berhadap rezeki berberkah ratu pandito raja. Memalukan!.

Karena itu jangan pernah berpidato mengutip kata-kata kepahlawanan John F Kenedy. Yaitu jangan bertanya apa yang diberikan oleh negara tetapi bertanya apa yang Engkau berikan kepada Negara. Bulshit, omong Kosong. Tetap saja; Manunggaling Kawulo Gusti!

Mereka yang hidup manunggaling kawulo gusti tersebut yang sangat nampak saat ini. Adalah kelompok pendukung Jokowi, pendukung ahok, pendukung Mega, pendukung Luhut, hampir semua pendukung penguasa.

Para punggawa politik mereka oleh para pendukung menganggap sebagai titisan dewa. Kata-kata dan perbuatan tokoh-tokoh tersebut benar semua dihadapkan pendukung fanatik ini.

Bahkan kata-kata dan nasehat atau perintah mereka dianggap tita dewa, Devine Right of the King, seperti yang pernah praktekkan oleh raja Jhon di Inggris abad ke 15 pada masa monarki absolut.

Sekali lagi itulah perwujudan nyata dari apa yang disebut manunggaling kawulo gusti.Semoga Jokower pendukung Jokowi tidak demikian. Sehingga orang-orang terdidik, komunitas masyarakat sipil harus membangun bangsa Madani yang kritis dan rasional, Imparsial, objektif.

Untuk menempatkan dan memilih pemimpin berdasarkan rasionalitas, akal yang sehat. Bukan atas dasar tahayul, fanatisme agama, suku, ras antar golongan.

Kita sudah terlalu lama hidup di dalam kungkungan kebohongan dan terpolarisasi berdasarkan fragmentasi elit bangsa.Tidak berdasarkan fragmentasi ideologi.

Jutaan rakyat menjadi nasionalis abangan pengikut seorang oknum Individu. Saya katakan bangsa bodoh saja yang menempatkan nasionalisme personifikasi oknum individu, bukan nasionalisme cinta tanah air dan bangsa.

Komentar