Lebih lanjut diuraikannya bahwa jika dengan sistem proporsional tertutup, rakyat pemilih yang berdaulat berdasarkan Konstitusi itu, tidak mempunyai peluang menggunakan hak politiknya untuk memilih siapa caleg yang dipercayainya dan dikehendakinya mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD.Sistem proporsional tertutup hanya memberikan kepada rakyat pemilih sebatas memilih Partai Politik karena peluangnya untuk memilih siapa caleg yang dipercayai dan dikehendakinya untuk mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD, sudah diambil alih otoritas pimpinan Partai Politik yang berwenang menyusun nomor urut caleg.
Sedangkan dengan sistem proporsional terbuka, rakyat pemilih memiliki peluang sebesar-besarnya menggunakan hak politiknya untuk memilih langsung siapa orangnya caleg-caleg yang dipercayainya dan dikehendakinya dari antara sekian banyak caleg yang tersediakan oleh Partai-Partai Politik untuk dipilihnya mewakili kepentingannya di DPR RI dan DPRD.
Jadi jelas sistem proporsional terbuka jauh lebih demokratis daripada sistem proporsional tertutup , dan sistem proporsional terbuka jelas tidak bertentangan dengan konstitusi, lalu mengapa dan apa masalahnya hingga “sistem proporsional tertutup dikatakan jauh lebih bermanfaat daripada sistem proporsional terbuka” ? Juga dikatakan “bahwa dengan sistem proporsional tertutup, masyarakat akan memiliki anggota DPR RI yang lebih baik dari sekarang, karena siapapun bisa menjadi anggota DPR meskipun tak punya uang banyak”?
Menanggapi itu, mantan anggota DPR RI itu mengatakan, secara obyektif implementasi sistem proporsional terbuka di dalam Pemilu Legislatif 2014 dan 2019 telah ditandai ekses-ekses antara lain “politik uang dan kanibalisme politik” yang tentu sangat mencederai demokrasi pemilu itu sendiri dan tentu berakibat negatif terhadap ekspektasi produk Pemilu Legislatif yang diperlukan integritasnya selain kompetensinya guna memajukan kehidupan rakyat , bangsa dan negara.
SOKSI setuju dan mendesak semua pihak termasuk kehadiran negara khususnya KPU dan Bawaslu, untuk bersama-sama mencegah dan memberantas ekses-ekses itu.
Politik uang oleh para oknum caleg dengan rakyat pemilih, istilahnya “NPWP” (Nomor Piro Wani Piro) yang biasanya dieksekusi melalui ‘serangan fajar’, telah bertumbuh pesat dan meluas dimana-mana terutama sejak Pemilu Legislatif 2014.
Komentar