“Surat bukti fotocopy yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus dikesampingkan sebagai surat bukti, ” terang Muara.
Putusan Mahkamah Agung No.:112 K/Pdt/1996, tanggal 17 September 1998, fotocopy surat tanpa disertai surat/dokumen aslinya dan tanpa dikuatkan oleh keterangan saksi dan alat bukti lainnya, maka tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan (perdata).
Di dalam Pasal 1888 KUHPerdata pun menyatakan kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.
Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekedar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya,yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.
“Maka, Fotocopy atau salinan surat dapat dipertimbangkan oleh hakim apabila pihak yang mengajukan memiliki dan dapat menunjukkan surat dalam bentuk otentik (asli), ” ujarnya.
Hal tersebut sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dalam Replik hal. 5 Point a mengenai “Tanggapan Kami Penuntut Umum terhadap kedua hal tersebut diatas, yaitu;“Bahwa fotocopy dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dipersidangan apabila pertama disertai surat aslinya untuk disesuaikan dengan surat fotocopyannya atau dikuatkan oleh saksi-saksi dan alat bukti lainnya.”
Lalu Muara mengungkapkan bahwa hal itu terbukti dalam fakta persidangan bahwa Jaksa Penuntut Umum dengan susah payah mencari surat-surat asli milik Para terdakwa yang saat ini berada dan disimpan oleh mantan Penasihat Hukum Para Terdakwa.
“Karena Para Terdakwa mempunyai kewajiban yang belum diselesaikan kepada mantan Kuasa Hukumnya tersebut sebagaimana hal ini juga menjadi sanggahan atas Replik Jaksa Penuntut Umum pada point i hal. 6,” jelasnya.
Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum sepakat bahwa barang bukti itu haruslah asli dan bukan fotocopy.Bahwa dalam Repliknya, Jaksa Penuntut Umum beranggapan kalau Tim Penasihat Hukum berdasar argumentatif semata.
Hal tersebut sangatlah keliru, karena Tim Penasihat Hukum dalam menyusun dan membuat Nota Pembelaan tersebut berdasarkan fakta yang terungkap pada persidangan yang direkam mulai dari awal sampai dengan akhir persidangan.
“Jadi tidak ada kepentingan subyektif, melainkan dalam membela kliennya demi kepentingan objektif karena sama-sama mencari kebenaran materil, oleh karena itu dalam hal ini Tim Penasihat Hukum tidaklah berasumsi, ” tegas Muara.
Justru, Jaksa Penuntut Umum lah yang terlalu berpikiran dangkal, karena selama proses persidangan berjalan, yang diikuti dan disimak semua pihak yang hadir di ruang sidang, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikannya, beber Muara.
“Terutama mengenai peran para Pihak antara Saksi Rohaman dan Kedua Terdakwa dalam menerapkan tuntutannya yang bertolak belakang antara pembuat surat dan memiliki surat. Artinya, secara sederhana saja orang mengetahui bahwa yang membuat surat tersebut lah yang seharusnya bertanggung jawab dan memikul kewajiban yang lebih besar daripada yang memiliki, ” jelasnya.
Fakta di persidangan terungkap bahwa Si Pembuat Surat hanya dituntut selama 1 tahun dan di putusan hakim divonis lebih ringan hanya 4 bulan penjara.
Sedangkan Pemilik Surat yang dimana memperoleh Surat tersebut dari si Pembuat Surat dituntut selama 5 tahun dan divonis hakim selama 3 tahun dan 4 bulan penjara, dimana letak keadilannya?
“Oleh karena itu tidak sepantasnya para terdakwa pemilik surat tersebut mendapatkan ganjaran atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Dan hal tersebut terungkap dipersidangan bahwa tidak seorang saksi pun yang mengetahui kalau kedua Terdakwa ini telah memakai surat tersebut untuk kepentingan apapun apalagi yang merugikan siapapun, ” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut R. Soesilo (hal. 196) dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap, Pasal demi Pasal dikatakan:
“Untuk dapat dihukum dengan Pasal 263 KUHP, Perbuatan tersebut harus memenuhi unsur yang salah satunya adalah Yang dihukum menurut Pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu.
Sementara kata“Sengaja” maksudnya adalah orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa Surat yang ia gunakan itu Palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.
Sedangkan dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, terungkap bahwa :Tidak ada satu orang saksipun yang mengetahui bahwa kedua Terdakwa telah menggunakan surat palsu;Tidak satu orang saksipun yang mengetahui bahwa surat tersebut palsu.
Fakta yang terungkap dipersidangan juga mengungkap bahwa tidak ada bukti menurut laboratorium forensik dari Bareskrim Polri yang menyatakan bahwa bukti surat dalam perkara a quo adalah palsu.
Bahwa Terdakwa dalam perkara a quo, tidak mengetahui bahwa surat tersebut palsu, karena Para Terdakwa hanya pihak yang membeli over alih hak garap.
Bahwa apabila Surat yang dimaksud tersebut adalah Palsu, maka sangatlah tidak masuk akal kiranya kalau kedua Terdakwa ini membeli dan mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk memperoleh surat tersebut dari si Pembuat Surat.
Bahwa surat asli yang dimiliki Jaksa Penuntut Umum dalam Perkara ini hanyalah Surat Keterangan Pencabutan atas Surat Keterangan Tanah yang pernah dikeluarkan oleh Saksi Pelapor yaitu Arsin selaku Kepala Desa Kohod.
“Yang dalam fakta persidangan terungkap bahwa kedua Terdakwa tidak pernah menerima surat pencabutan tersebut. Oleh karena itu, atas surat yang telah dicabut maka kekuatan pembuktiannya sudah tidak berlaku lagi, yang artinya surat telah dicabut dinyatakan sudah tidak berguna lagi, ” ungkapnya.
Bahwa seharusnya Jaksa Penuntut Umum lebih mencermati, sebelum Perkara ini dinyatakan P-21 (Sempurna/lengkap) harusnya Jaksa Penuntut Umum mengembalikan kepada Penyidik dengan Petunjuk P-19, yaitu barang bukti asli harus dilampirkan dalam berkas perkara.
Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam Replik menyatakan “yang tidak jelas/ remang-remang tersebut dibuat menjadi terang, bukan sebaliknya yang sudah jelas dan terang dibuat menjadi remang-remang atau abu-abu”.
Padahal Jaksa Penuntut Umum lah yang tidak profesional sebagaimana yang kami sebutkan pada point 6 diatas dapat menerima berkas yang seperti hal tersebut dan melanjutkan pada tahap kedua yang kemudian melimpahkan ke Pengadilan, pungkas Muara. (SF)
Komentar