Kajian Jumat Oleh : Siswo S. Winarta
beritajejakfakta.com – Diantara pokok-pokok aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu bersabar menghadapi kezaliman pemimpin, dan itu ditunjukkan oleh hadits-hadits yang banyak.
Nabi ﷺ bersabda dalam hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim:
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ
“Siapa yang melihat dari pemimpinnya sesuatu yang ia tidak suka, hendaklah ia bersabar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda:
سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً ، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ
“Kalian nanti akan menemukan setelahku pemimpin-pemimpin yang lebih mementingkan dirinya daripada rakyatnya, bersabarlah sampai kalian berjumpa denganku di telaga haudh.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan Nabi ﷺ mengabarkan akan munculnya pemimpin-pemimpin yang jahat lagi zalim.
Dalam hadits riwayat Muslim, Nabi ﷺ bersabda:
يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ ، وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي
“Akan ada setelahku nanti pemimpin-pemimpin yang mengambil petunjuk selain petunjukku dan mengambil sunnah selain sunnahku.”
Artinya mereka membuat undang-undang sendiri.
Lalu beliau ﷺ bersabda:
وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ
“Nanti akan ada pemimpin-pemimpin, hati mereka hati setan dalam badan manusia.”
Bayangkan Rasulullah ﷺ mensifati pemimpin tersebut hatinya hati setan dalam tubuh manusia (saking jahatnya pemimpin itu).
Apa kata Rasulullah ketika ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, Apa yang engkau perintahkan kepada kami?”
Kata Rasulullah:
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ ، وَأُخِذَ مَالُكَ
“Dengarkan dan taatlah walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil.”
Dalam riwayat atsar Suwaid bin Ghafalah bahwasannya Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu berkata kepada Suwaid bin Ghafalah:
إن أُمِّر عليك عبد حبشي مجدع فاسمع له وأطع، وإن ضربك فاصبر، وإن حرمك فاصبر
“Apabila kamu diberikan pemimpin orang Ethiopia yang hidung dan telinganya putus, sabarlah. Jika ia memukulmu, sabarlah. Dan kalau ia tidak memberi harta kepadamu, maka sabarlah.”
Al-Hasan Al-Bashri (seorang Tabi’in) beliau mengatakan:
اعلموا أن جور الأئمة نقمة من نقم الله، ونقم الله لا تلاقى بالسيوف، وإنما تتقى وتستدفع بالإنابة والتوبة والرجوع إلى الله
“Ketahuilah oleh kalian bahwa kezaliman pemimpin itu adalah adzab Allah. Sedangkan adzab Allah tidak bisa dihadapi dengan pedang. Akan tetapi kedzaliman pemimpin itu ditolak dengan cara kita kembali kepada Allah, dengan cara kita bertaubat kepada Allah dan dengan cara kita memperbaiki diri kita.”
Dan atsar-atsar tentang masalah ini sangat banyak sekali.
Maka kewajiban kita adalah sabar, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diizinkan oleh syariat, apalagi melakukan tindakan menusuk, merusak ataupun yang lainnya.
Lihat di zaman Salaf terdahulu ketika sebagian Salaf terdahulu memberontak kepada Abdul Malik bin Marwan, apa hasilnya?
Hasilnya adalah dunia mereka tidak perbaiki, agama pun mereka tidak tegakkan, bahkan 120.000 kaum muslimin dibunuh pelan-pelan, 80.000 kaum muslimin dipenjara, 30.000 diantaranya wanita.
Lihat di zaman setelahnya juga, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi ternyata sama sekali tidak memberikan hasil apa-apa, yang ada adalah terkucurnya darah kaum muslimin.
Ini dia Imam Ahmad bin Hambal, saat beliau disiksa dua tahun lamanya oleh Khalifah Al-Makmun demikian pula anak-anaknya yaitu Al-Mu’tashim Billah dan Al-Watsiq Billah. (Imam Ahmad) dipaksan untuk mengatakan Al-Qur’an makhluk, tapi beliau menolak.
Beliau disiksa dengan dicambuk setiap harinya. Dua tahun lamanya setelah beliau disiksa beliau dibebaskan.
Ketika beliau telah sampai di rumahnya dalam keadaan telah remuk badannya, datanglah para Fuqaha Baghdad (para ulama Baghdad) kepada Imam Ahmad bin Hambal dan mengatakan, “Wahai Aba Abdillah, urusan ini telah menjadi berat. Bagaimana kalau kita memberontak saja? Kita lawan Al-Watsiq Billah ini.”
Subhanallah.. Ternyata jawaban Imam Ahmad bukan dengan emosi, padahal beliau sudah disiksa, saudaraku sekalian.
Beliau mengatakan, “Jagalah darah kaum muslimin, jagalah darah kaum muslimin!”
Kemudian beliau membawakan dalil-dalil yang banyak yang mewajibkan untuk sabar terhadap kezaliman para pemimpin. Dan ternyata para ulama Baghdad pun menaati Imam Ahmad.
Dan Subhanallah, hasil dari kesabaran itu ternyata lebih manis dari madu.
Tak lama kemudian Al-Watsiq pun meninggal dan digantikan oleh Al-Mutawakkil ‘Alallah dan ternyata dia sangat mencintai sunnah Rasul dan mencintai Imam Ahmad bin Hambal.
Maka dari itu, kewajiban kita ketika diberikan kepada kita pemimpin yang tidak sesuai dengan keinginan kita adalah:
Pertama, kita intropeksi diri, semua itu pasti akibat dosa-dosa kita.
Kedua, dikarenakan juga Allah tidak akan memberikan pemimpin kecuali sesuai dengan keadaan rakyatnya.
Allah ﷻ berfirman:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Demikianlah Kami jadikan untuk orang zalim itu pemimpin dari kalangan yang sama juga disebabkan oleh perbuatan dosa mereka.” (QS. Al-An’am: 129).
Maka benar kata Imam Al-Hasan Al-Bashri bahwasannya kezaliman pemimpin tidak bisa dilawan dengan pedang, akan tetapi kezaliman pemimpin itu kita berusaha lawan dengan cara taubat kepada Allah, dengan cara kita kembali kepada Allah, dengan cara memperbaiki diri-diri kita, karena semua itu akibat dosa-dosa kita.
Tindakan-tindakan anarkis, tindakan-tindakan terorisme, tidak akan memberikan sama sekali manfaat untuk Islam dan kaum muslimin.
Yang ada adalah Islam semakin dikerdilkan, sunnah semakin dianggap sesuatu yang menyeramkan, sehingga akhirnya orang melihat sunnah itu sesuatu yang menyeramkan bahkan dianggap itu sebagai ciri terorisme.
Maka kewajiban kita tawakal kepada Allah, kewajiban kita adalah menyerahkan semuanya kepada Allah, kewajiban kita bertaubat kepada Allah sembari terus kita memperkuat taqarrub kita kepada Allah.
Karena ketika terjadi fitnah-fitnah yang muncul, Rasulullah memerintahkan kita untuk banyak bertaqarrub kepada Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah ﷺ suatu malam bangun malam tiba-tiba, lalu Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الفِتْنَةِ
“Laa Ilaaha Illallah, fitnah apa yang Allah turunkan di malam ini?” kata Rasulullah..
مَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الخَزَائِنِ
“dan perbendaharaan apa yang Allah turunkan di malam ini?”
مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الحُجُرَاتِ
“siapa yang mau membangunkan para pemilik-pemilik kamar itu untuk shalat tahajud?”
Kata Ibnu Hajar, ini menunjukkan bahwa disaat muncul zaman fitnah, hendaknya kita banyak bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, memperbaiki diri kita.
Perintah bersabar terhadap pemimpin yang zalim, bukan berarti hati kita ridha terhadap kezaliman mereka, tidak!
Hati kita tetap mengingkari, hati kita tidak ridha dan kita berusaha untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik.
Sebagai Rasulullah ﷺ perintahkan:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِيْ سُلْطَانٍ فَلاَ يُبْدِهِ عَلاِنِيَةً
“Siapa yang ingin menasehati penguasa, jangan terang-terangan.”
وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ
“Ambil tangannya kemudian nasihati ia secara rahasia.”
فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ
“Kalau ia menerima nasihat kita, alhamdulillah.”
وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ
“Jika ia tidak menerima nasihat kita, ia telah melaksanakan tugasnya sampai situ.” (HR. Ahmad).
Kita berusaha menyikapi segala macam permasalahan sesuai dengan dalil, bukan dengan perasaan dan emosi kita.
Memang hati kita panas, hati kita marah, hati kita emosi ketika melihat sikap-sikap sebagian pemimpin -misalnya- mengucapkan ataupun melakukan perbuatan yang hati kita merasa kecewa, akan tetapi perasaan emosi ini harus diikat dengan dalil Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ, sebab jika tidak, yang muncul adalah fitnah, yang muncul adalah kekalutan, demikian pula kekacauan yang tak pernah ada ujung-ujungnya.
Kata para ulama:
إمام ظلوم خير من فتنة تدوم
“Pemimpin yang zalim lebih baik daripada fitnah yang tak pernah ada ujungnya (kekacauan yang terus-menerus).”
Demi Allah, yang kita pikirkan adalah bagaimana kita wafat diatas Islam dan iman.
Kita berusaha untuk wafat diatas keiman kepada Allah, kepada tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم
DKM AL HIKMAH
Bekasi: Jum’at, 28 Dzulqo’dah 1442 H.
Komentar