Jakarta, beritajejakfakta.com- Koordinator Gerakan Save Sangihe Island (SSI) Jull Takaliuang mengungkapkan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) sempat memberikan penawaran kompensasi ganti lahan kepada warga Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, seharga Rp5ribupermeter.
Penawaran itu menurut Jull disampaikan perusahaan saat memberikan sosialisasi kepada warga Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah pada 23-24 Maret 2021 lalu. Jull menduga sosialisasi itu dilakukan untuk membidik warga pemilik lahan di target tambang.
“Ada teman kami, ibu-ibu ikut dalam sosialisasi di hari itu. Mereka mendengarkan sendiri bahwa penawaran yang diberikan Rp50 juta per hektare (ha), itu berarti 1meterRp5ribu. Lebih mahal dari sayur kangkung disini,” kata Jull saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (12/6).
Selain itu, dari sosialisasi tersebut tak ada penawaran atau solusi tinggal bagi masyarakat Sangihe. Namun begitu, Jull dengan tegas memastikan warga Sangihe yang berada dalam target PT TMS tidak ada yang berniat pulaunya dijadikan wilayah pertambangan.
Jull selanjutnya menyebut PT TMS mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia sebesar 42ribuha di pulau yang luasnya mencapai 736 km2. Jull melanjutkan, artinya sama saja 57 persen dari Pulau Sangihe akan masuk dalam aktivitas tambang skala besar.
Adapun dari area 42ribuhektar itu, ia menyebut terdapat populasi warga sekitar 58ribuorang yang terdiri oleh 80 desa dari 7 kecamatan.
“Masyarakat tetap tidak mau. Kami hidup disini bergantung pada petani dan perikanan, dan orang Sangihe itu tidak lapar, tidak miskin, kami bahagia. Jadi jangan jadikan ukuran Jakarta kepada orang disini. Ini pulau sangat aman, sejahtera, karena peradaban bagus,” ungkapnya.
Jull kemudian ikut merespons perihal pernyataan Kementerian ESDM yang mengatakan izin lingkungan yang diberikan kepada PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 ha dari total luas wilayah sebesar 42ribuhektare. Ia menyebut 65,48 ha itu merupakan kawasan penting di Sangihe.
Jull menyebut, area itu merupakan kawasan gunung Sahendarumang yang kaya dengan aneka satwa dan burung-burung endemik yang kini menjadi objek penelitian akademik nasional maupun internasional.
“Itu adalah daerah hulu, dari sekitar 70 sungai yang mengaliri 7 kecamatan ini. Jadi kalau dari sekitar sering digunakan, ada blasting dan pengeboman karena mereka mengambil mineral galian tambang. Dari 42ribuha itu, juga ada 3.600 ha mangrove yang ada di situ,” kata Jull.
Lebih lanjut, Jull juga menyebut gerakan SSI yang dimulai sejak Maret 2021 juga masih minim dukungan dari otoritas setempat. Ia menyebut sejauh ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kabupaten Kepulauan Sangihe belum memberikan pernyataan langsung terhadap keberpihakan warga yang menolak proyek tambang.
Oleh sebab itu, SSI menurutnya menyampaikan hormat setinggi-tingginya kepada mendiang Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong yang atas nama pribadi telah membuat dan mengirimkan surat permohonan pembatalan izin operasi pertambangan emas di Sangihe kepada Kementerian ESDM. Helmud tak ingin limbah dari pertambangan tersebut merusak kesehatan masyarakat Sangihe.
Namun demikian, Helmud pada Rabu (9/6) lalu dinyatakan meninggal dunia saat perjalanan pulang dari Bali menuju Manado lewat Makassar pada penerbangan Lion Air. Dalam hal ini, Polda Sulawesi Utara membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab kematian Helmud.
“Untuk Bupati, sampai sekarang saya tidak tahu sikapnya, silakan diwawancara sendiri. Saya tidak dalam kapasitas menilai apakah dia mendukung atau menolak,” pungkas Jull.
Perkembangan terkini, sebanyak 74.492 orang menandatangani petisi daring menuntut penolakan IUP PT TMS di Sangihe. Mereka meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif mencabut izin perusahaan dan membatalkan izin lingkungan di lokasi tersebut.
Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com dari laman Minerba One Data Indonesia (MODI) ESDM, mayoritas saham PT TMS dimiliki oleh Sangihe Gold Corporation asal Kanada. Tercatat, Sangihe Gold Corporation memegang saham sebesar 70 persen dengan status kepemilikan perseorangan.
Sedangkan 30 persen lainnya dimiliki oleh perusahaan asal Indonesia. Rinciannya, sebanyak 10 persen saham TMS milik PT Sungai Belayan Sejati, 11 persen lainnya dimiliki PT Sangihe Prima Mineral, dan 9 persen sisanya oleh PT Sangihe Pratama Mineral.(red/cnn)
Komentar