Monggo mas disambi.
Di tengah-tengah ngobrol, mereka menawarkan lagi. Monggo mas. Ampon ditingali mawon. Silahkan. Jangan hanya dilihat. (Sambil menyodorkan piring tempat kue)Baru ngobrol dua atau tiga kalimat, mereka menawarkan lagi.
Benterane mas. Keburu asrep. (Minumannya mas sebelum dingin).
Terus begitu. Mungkin jika kita ngobrol selama satu jam, mereka menawarkan suguhannya hingga 30 kali.
Kalau habis makan meski kita telah habis tiga piring, mereka akan bilang begini. Kok dahare dulinan. Mbok ditelasake. (Makannya kok pura2. Dihabiskan saja).
Saya yakin, Warga Kota tidak sanggup membayangkan keramahan mereka.
Di pondok saya, seluruh santri dari Bener adalah anak petani. Kiriman mereka ya hasil pertanian. Kehidupan mereka ditopang hasil bumi.
Bisa dikatakan bahwa tanah mereka ya nyawa mereka. Darah dan daging mereka dari tanah itu.
Komentar