Tim Kuasa Hukum Elisabeth, Dakwaan JPU Kabur dan Tidak Jelas, Majelis Hakim Harus Bebaskan Terdakwa dari Segala Tuntutan

Lebih lanjut Harris mengungkapkan jika uang yang ada di perusahaan tersimpan dalam sistem keuangan bank (ambare)dan kewenangan terdakwa tidak ada untuk bisa mencairkan karena kapasitas terdakwa tidak punya kewenangan itu,ujarnya.

” Niat jahatnya dimana karena tidak ada bukti seperti cctv dan rekaman yang membuktikan langsung terdakwa melakukan pencairan selama 2014, kenapa baru ditemukan adanya pembobolan sekarang? Ini suatu pembiaran. Apalagi managemen mesti membuat laporan keuangan ke OJK, tentunya semua tercatat dengan rapi keluar masuknya keuangan dan terlihat siapa saja pejabat yang berwenang melakukan itu,” beber Harris.

Untuk itu Harris menegaskan tuntutan jaksa penuntut dinilai kabur dan tidak jelas karena fakta dipersidangan tidak terpenuhi apa yang Jaksa penuntut tuduhkan kepada Elizabeth.

Dalam keterangan yang sama kuasa hukum terdakwa lainnya, Erlina Giawa, SH mengatakan sidang sebelumnya adalah agenda pledoi / pembelaan terhadap terdakwa Elizabeth dan sekarang agendanya mendengarkan jawaban pledoi dari JPU. Lalu sidang selanjutnya di minggu depan adalah keputusan dari Majelis Hakim.

“Bahwa pada intinya kami memohon kepada Majelis Hakim agar klien kami dibebaskan dari segala tuntutan dikarenakan dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Kota Bekasi tidak terbukti melakukan tindakan sesuai dengan yang didakwakan oleh JPU,” ucapnya.

Ia pun menganggap bagaimana mungkin JPU bisa menghadirkan saksi mata yang mana dalam dakwaan mengatakan peristiwa ini terjadi dari tahun 2014 hingga tahun 2020.

Sementara saksi yang bisa dihadirkan oleh JPU adalah hanya sebagian besar saksi yang bekerja di PT. BPR MP pada tahun 2020 seperti Subartinah dan Dadang mulai bekerja Agustus 2020 begitu pun dengan Kepala Operasional .

“Jadi apa yang mereka akan terangkan dalam persidangan sebagai saksi fakta sementara ini kejadiannya bukan pada masa jabatan mereka,” terang Erlina.

Lanjut Erlina, saksi fakta itu adalah orang yang melihat langsung, mendengar dan mengetahui langsung apa, kapan, dimana dan dengan cara apa ia melakukan perbuatan tersebut.

Kemudian, keterangan saksi dengan BAP juga bertolak belakang dengan keterangan dalam persidangan padahal keterangan dalam persidangan adalah keterangan yang diambil dibawah sumpah, ungkap Erlina.

Dalam dakwaan JPU juga mengatakan kejadian tersebut mulai dari tahun 2014, sementara dalam uraian transaksi yang dalam hal ini didakwakan kepada terdakwa adalah transaksi mulai dari 2019. Sepeti an. Jemy Afrizal, Monang Sagala, Gustav Ali Meyer semua itu transaksi mulai dari tahun 2019 dan tahun 2020 dan tidak ada satupun transaksi dibawah 2019.

Lalu mengatakan kerugian sebesar kurang lebih 8,5M .Bagaimana kerugian 8,5M dibebankan semua kepada Terdakwa sementara hasil Audit dari Auditor eksternal mengatakan bahwa dari 8.5M tersebut  hanya 19jt masuk ke rek Terdakwa sementara selainnya itu adalah ditransfer ke Nasabah” BPR MP untuk pembayaran bunga deposito para nasabah BPR itu sendiri.

“Jadi dalam hal ini dakwaan JPU tersebut kabur dan tidak jelas. Dan tidak terbukti terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan oleh JPU,” tegasnya.

Jadi dalam hal ini semua pencairan deposito tersebut adalah atas persetujuan dan sepengetahuan para direktur utama, direktur dan kepala operasional .

Riduan Situmorang,SH juga menambahkan bahwa dari ke 34 deposan( nasabah ) yang dirugikan penuntut umum tidak dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan.

” Ini membuktikan bahwa ketidakhadiran deposan dalam persidangan maka apa yang didakwakan oleh penuntut umum adalah kabur atau Obscuure Libel,” pungkasnya.(SF)

Komentar