Muara juga menjelaskan pada saat kliennya datang ke Kantor Kades Umayah, kliennya juga mengajukan surat keterangan SPPT nya ke Kades tersebut.
“Kliennya juga pada saat itu mengajukan SPPT tanah garapannya ke kades Umayah dan diakui juga oleh Kades Umayah,” ujarnya.
Saksi mantan Kades Umayah di sidang juga sempat mengakui adanya tanah timbul akibat abrasi atau air laut surut di desa Kohod, kata Muara.
Sedangkan saksi Hasan Basri bin Muhamad Hasan merupakan teman lama terdakwa, Hengki dan Hendra.
Hasan mengatakan bahwa dua terdakwa tersebut merupakan teman baiknya yang sudah lama dikenal dan dulunya mereka adalah pengusaha yang punya usaha pabrik trasi di Kosambi.
” Saya kenal Hengki dan Hendra, mereka orang baik makanya saya percaya mereka memiliki tanah garapan di Kohod apalagi mereka dulunya punya usaha trasi, ” ucap Hasan.
Muara sebagai kuasa hukum terdakwa juga mengatakan bahwa tanah garapan yang dimiliki kliennya itu rencananya akan digunakan kliennya untuk tambak udang sebagai bahan baku pabrik trasinya itu.
Lalu untuk kesaksian pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, Risnawati Rahayu binti Gunanto mengatakan peta satelit lokasi tanah garapan milik Hengki dan Hendra menunjukkan wilayah laut yang diambilnya melalui sebuah aplikasi tak berbayar yang dilakukan Risnawati pada jam kerja di siang hari.
” Padahal kita tau kalau siang hari biasanya kondisi air laut sedang surut. Artinya keterangan dari saksi Risnawati kurang valid apalagi pada saat dia mengambil peta lokasi tanah garapan milik Hengki dan Hendra, dia hanya menggunakan aplikasi tak berbayar yang kemungkinan hasilnya juga kurang valid, “ucap Muara.
Lebih menariknya lagi kata Muara bahwa Risnawati mengakui siapa pun boleh memanfaatkan laut untuk kepentingan masyarakat.
” Jadi Kades pun punya kewenangan untuk memanfaatkan laut untuk kepentingan masyarakat, dibilangnya dengan istilah is coming. Siapa pun boleh datang mengajukan perijinan untuk memanfaatkan laut termasuk kepala desa pun punya hak, ” tegasnya.(SF)
Komentar