Terdakwa Kasus Kepemilikan Landak Dituntut Bebas oleh Jaksa, I Nyoman Sukena Tersenyum Lebar

Daerah, Headline, Hukrim1002 Dilihat

Bali, beritajejakfakta.id -Terdakwa kasus kepemilikan landak Jawa (Hystrix Javanica), I Nyoman Sukena, keluar dari gedung Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan senyum lebar.

Pria berusia 39 tahun itu justru dituntut bebas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam agenda sidang pembacaan tuntutan jaksa dan pleidoi, Jumat (13/9/2024).

JPU Gede Gatot Hariawan bersama kedua rekannya, Dewa Gede Ari Kusumajaya dan Jaksa Isa Uli Nuha, mengungkap, terdakwa tidak memiliki niat jahat (mens rea) untuk melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).

Selain itu, tuntutan jaksa juga mempertimbangkan keterangan saksi, ahli, dan terdakwa selama sidang pembuktian.

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Ida Bagus Bamadewa Patiputra, JPU turut mengungkap tidak ada hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa.

Sementara itu, hal-hal yang meringankan meliputi penyesalan terdakwa atas perbuatannya, tidak ada niat untuk meniagakan satwa-satwa tersebut, statusnya yang bukan residivis, dan ketidaktahuan terdakwa bahwa landak Jawa merupakan spesies yang dilindungi.

Terdakwa juga dinyatakan bersikap sopan dan kooperatif selama proses persidangan berlangsung.

“Tidak terdapat sikap batin yang jahat pada diri terdakwa dalam menyimpan, memiliki, dan memelihara satwa yang dilindungi sebagaimana dakwaan (empat landak Jawa), sehingga terdapat alasan penghapusan pertanggung jawaban atas sanksi pidana pada terdakwa,” ucap Jaksa Gatot di hadapan majelis hakim.

Selain itu, jaksa juga meminta Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dari tahanan, sementara barang bukti empat ekor landak Jawa dirampas oleh negara untuk diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Penasihat hukum terdakwa, Gede Pasek Suardika, menyambut tuntutan JPU dengan syukur.Dalam pleidoinya, Pasek menggarisbawahi bahwa kasus ini terkesan dipaksakan.

Diketahui, Sukena memutuskan untuk memelihara landak-landak Jawa tersebut agar aman dari pembasmian oleh warga sekitar yang menganggapnya hama.

“Sejak awal, kasus ini terkesan dipaksakan dan jauh dari spirit untuk tujuan hukum itu sendiri, baik itu terkait dengan pemanfaatan hukum, keadilan hukum, maupun kepastian hukum, sehingga sampai kemudian disidangkan di pengadilan dengan terdakwa harus diborgol dan dihadirkan dengan rompi tahanan,” tutur Pasek kepada Majelis Hakim.

Pasek menambahkan, terdakwa sama sekali tidak berniat jahat, apalagi untuk memusnahkan, menyalahgunakan, atau merusak landak tersebut.

Ia menyatakan kasus ini lebih ke ranah administrasi mengenai izin, bukan perbuatan materiil atau tindak pidana.

Ia juga mengaitkan kasus Sukena dengan Pasal 22 ayat 1 UU KSDA-HE yang menyatakan pengecualian dari larangan pemeliharaan satwa yang dilindungi, yakni untuk penyelamatan.

“Yang dimaksud dengan penyelamatan untuk tumbuhan dan satwa adalah suatu upaya penyelamatan yang harus dilakukan apabila dalam keadaan tertentu, tumbuhan dan satwa terancam hidupnya bila tetap berada di habitatnya dalam bentuk pengembangbiakan dan pengobatan, baik di dalam maupun luar negeri. Dalam posisinya, terdakwa hadir sebagai penyelamat hewan landak tersebut,” kata dia.

Komentar