Terbitnya PP No. 28/2024 Masuknya Racun Sekuler, Solusinya Bentengi Generasi dengan Ajaran Islam

Headline, Nasional3920 Dilihat

Sabda Nabi saw.:يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai sekalian pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah memiliki kemampuan, hendaklah dia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, juga lebih bisa menjaga kemaluan.

Namun, siapa saja yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tentu mereka yang berumah tangga wajib membekali diri dengan ilmu agama. Dengan itu mereka bisa menjalankan tugas dan kewajiban mereka secara baik.

Dengan itu pula rumah tangga mereka menjadi sakinah mawaddah wa rahmah.

Tegakkah Syariah secara Kâffah

Kaum Muslim sudah seharusnya menyadari bahwa kerusakan sosial hari ini terjadi adalah akibat penerapan ideologi sekularisme-liberalisme.

Dalam negara yang menerapkan ideologi sekularisme-liberalisme, pornografi dibiarkan membanjiri masyarakat, termasuk keluarga Muslim, sehingga mendorong terjadinya berbagai kejahatan sosial.

Pria dan wanita dibebaskan bercampur-baur, tidak menutup aurat, termasuk bebas melakukan perzinaan. Tidak ada sanksi sama sekali untuk mencegah kerusakan ini.

Lalu mengapa umat masih berdiam diri dari upaya penegakan syariah Islam? Mengapa mereka malah seperti mengamini berbagai regulasi yang bertentangan dengan agama mereka sendiri, sambil menyaksikan kehidupan sosial semakin rusak?

Jelas, kerusakan sosial seperti perzinaan ini tidak bisa dicegah hanya semata dengan tausiyah dan doa, tetapi harus ada penerapan hukum-hukum Allah SWT secara kâffah.WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Hikmah:

Nabi saw. bersabda:لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمِ الَّذِينَ مَضَوْا

Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit thâ’ûn (penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang terdahulu. (HR Ibnu Majah).

Sumber : Buletin Dakwah Kaffah edisi :355 (4 Safar/1446 H -9 Agustus 2024)

Komentar