Foto : Kekecewaan para korban dan kuasa hukum lantaran saat persidangan perkara TPPU di kasus Ponzi EDC Cash, Pembacaan Nota Pembelaan dari Terdakwa Gagal Dilakukan, Senin, (15/01/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi
Kota Bekasi, beritajejakfakta.id – Kuasa hukum terdakwa Abdulrahman Yusuf (AY) Dohar Jani Simbolon SH dan kuasa hukum korban,Siti Mylanie Lubis, SH mengaku kecewa dengan Jaksa Agung lantaran anggaran untuk menangani perkara di peradilan tidak tersedia sampai – sampai salinan dakwaan yang seharusnya diterima kuasa hukum terdakwa tidak diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena tidak ada biaya untuk fotocopy.
Akibatnya kuasa hukum terdakwa gagal menyampaikan nota pembelaan atau eksepsi di sidang PN Kota Bekasi, Senin (15/01/2024).
Kekecewaan mereka lantaran saat persidangan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di kasus Ponzi EDC Cash, Senin, (15/01/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi merupakan agenda penting untuk mengungkap kejanggalan kasus dan transparansi jumlah nilai total barang sitaan milik terdakwa yang disita Bareskrim.
Dohar kuasa hukum 5 terdakwa yaitu Abdul Rahman Yusuf, Suryani, Asep Wawan Hermawan, Jati Bayu Aji dan M Roip Sukardi mengaku ada upaya penghalangan hukum atau Obstruction Justice karena salinan dakwaan tidak diberikan JPU dari Kejari Kota Bekasi.
“Itu kami udah bersurat ke kejaksaan. Kemudian kita sudah 2 kali kunjungan ke sana. Tapi berkas perkara salinan atau copy belum juga diserahkan ke kita. Jadi ini sangat menghambat kita untuk melakukan eksepsi untuk menyusun eksepsi. Karena dasar kita kan berkas perkara itu, jadi itu dasar kita untuk mengajukan eksepsi tapi sampai hari ini juga itu enggak kita dapatkan.
Hakim juga menegaskan tadi di sidang bahwa salinan dakwaan merupakan hak terdakwa yang diatur KUHAP jadi itu kewajiban JPU untuk menyerahkan salinan berkas perkara ke terdakwa maupun kuasa hukumnya. “Kami menilai ada obstruction of justice di kasus ini, bahkan hal hal janggal dan penghalangan yang kami hadapi di kasus ini,” tegas Dohar Jani Simbolon.
“Masa alasan JPU dengan nama Harsini karena tidak punya mesin fotocopy untuk mencopy salinan dakwaan dan kedua katanya tidak punya biaya fotocopy, kan aneh. Dan ketiga alasannya karena Kepala Kejari sedang Raker sehingga saya sampai tiga kali ke Kejari bolak balik saya minta salinan tapi tetap tidak diberikan sampai akhirnya sidang ini pun ditunda, dan saya gagal membacakan eksepsi, ” ucapnya kesal.
Selain kuasa hukum terdakwa, kekecewaan juga disampaikan oleh puluhan korban investasi dan kuasa hukumnya di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Bekasi. Mereka nampak membentangkan spanduk bersisi kekecewaan terhadap penanganan kasus dugaan TPPU tersebut.
“Bagaimana mau menjalankan persidangan ini? Dengan apa? prosedurnya saja tidak dijalankan? Ini cacat hukum jelas ada “sesuatu” tolong pak Kapolri, Jaksa Agung, tolonglah perhatikan kami, kasihan mereka sudah sangat sabar dan lelah. Kalau para korban ini sampai anarkis nanti mereka yang akan ditangkap, kami mencoba mengikuti bagaimana prosedur peradilan ini , tapi kami semakin diinjak injak, ” tegas Mylanie, Kuasa hukum para korban.
Ketika usai sidang ditunda, pengakuan Maylanie Lubis, dirinya didatangi Jaksa Danu dari Kejari Bekasi Kota mengatakan bahwa berkas perkara atas nama Suryani dan Abdulrahman Yusuf belum ada dan belum diberikan oleh Kejaksaan Agung.
“Saya menjadi bingung, ini para Jaksa keterangannya berubah ubah, yang mana yang benar??!! Dari mulai tidak ada anggaran untuk fotocopy berkas perkara sampai berkas yang belum bisa diberikan oleh jaksa. Maksudnya apa ini??!! ungkapnya kesal.
Ia menduga dari awal kasus ini dimulai ada upaya Obstruction of Justice.
Padahal sejak perkara ini masih ditangani Bareskrim kedua pihak yaitu terdakwa dan para korban sudah sepakat melakukan perdamaian yang secara inkrah sudah diputuskan akta perdamaian van dading oleh PN Kota Bekasi, 15 November 2023.
” Semestinya sudah tidak perlu lagi ada persidangan karena kami sudah sepakat berdamai, jadi sidang ini untuk menyidangkan siapa? Kami hanya minta transparansi jumlah harta sitaan klien karena kami mencurigai harta sitaan yang disita Penyidik Bareskrim “menguap” sehingga kami minta transparan,” tegas Dohar.
Dua kuasa hukum baik dari terdakwa maupun korban mengungkapkan sudah banyak hal upaya penghalangan hukum yang mereka rasakan dari mulai awal permintaan perdamaian sampai tahap P 19, lalu tahap P 21 di Kejari yang dianggap tidak sesuai prosedur sampai persidangan yang dipaksakan.
“Sesuai dengan fakta persidangan hari ini bahwa Jaksa sampai saat ini tidak memberikan berkas perkara kepada penasehat hukum terdakwa padahal di sidang sebelumnya hakim sudah memerintahkan jaksa untuk segera memberikan berkas perkara kepada kuasa hukum. Dan hari ini pun hakim menegur keras kembali kepada JPU untuk segera hari ini juga memberikan berkas perkara,” terang Dohar.
Komentar