Para korban mengatakan bahwa mereka telah berjuang selama bertahun-tahun, bahkan ada diantara mereka yang harus mengalami kehidupan memprihatinkan akibat dari menuntut hak mereka.
“JPU yang terkasih anda tahu hukum, kami juga tidak buta-buta amat tentang masalah hukum”,ujar Abdul Hamid.
Mereka berharap agar para JPU dapat memihak kepada mereka dan benar benar membantu dalam mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Punya hati gak nih JPU, kalau memang punya hati tolonglah kami, seharusnya JPU ada dibarisan kami untuk membantu, menolong kami, tetapi apa buktinya sampai sekarang ini diundur, diundur terus tidak ada ujungnya”, ujar para korban serempak berteriak.
Sementara Kuasa Hukum, Terdakwa Abdurrahman Yusuf (AY) dan Suryani, Dohar Jani Simbolon,SH,MH mengaku kecewa apalagi di Kejaksaan ada yang namanya Restoratif Justice dan kami melakukan perdamaian atau Akta Van Dading itu bagian dari Restoratif Justice.
“Lalu kenapa JPU justru keberataan ada akta van dading ini? harusnya kan ini bagian dari restorasi justice ini perdamaian untuk menyelesaikan permasalahan tanpa berpengadilan, ” tegas Dohar.
“Artinya ada agenda apa? Dari kemarin sudah diberitahukan para korban juga terdakwa pada kejaksaan di pengadilan soal adanya akta van dading makanya adanya perdamaian kenapa mereka makin ngotot tak mau melihat fakta persidangan??, ” ujar Dohar heran.

“Maka kami minta bongkar aset yang disita yang selama ini tidak dimasukin dalam berkas penyitaan, itu yang pertama, yang kedua fakta persidangan juga dari terdakwa Suryani ternyata ada satu tas hermes yang disita, menurut Suryani harganya 1 miliar itu dimana sekarang keberadaannya?, ” ungkap Dohar.
Dan yang paling parah lagi kata Dohar, ada 7 buah sertifikat yang disita oleh kepolisian yang lokasinya di Singkawang Kalimantan, tidak dicantumkan dalam surat tanda penerimaan.
“Tujuh sertifikat tanah tersebut bahkan dikuasai oleh orang lain. Aset terdakwa sebagai bukti sekarang nih bisa keluar dari kepolisian, itu bahaya sekali,” beber Dohar.
Dohar bahkan bersama korban dan terdakwa akan menelusuri lebih dalam hal tersebut.
“Jadi kalau pertanyaannya terkait restoratif justice yaitu sudah dilaksanakan antara terdakwa dengan korban, sekarang justru kejaksaan yang menciptakan restoratif justice malah ngotot tak mau berdamai, “terang Dohar.
” Soal aset sitaan yang tak jelas keberadaan sudah beberapa kali kami menganulir, bukan sekali dua kali antara korban dan terdakwa bahkan juga menyurati Kejaksaan sudah berkali-kali bahkan ke pihak kepolisian, ” ucapnya.
“Tapi kemungkinan besar gara-gara memang aset ini, kita tidak tahu lagi keberadaannya dimana sehingga para terdakwa ini menurut JPU harus dihukum secepatnya supaya mungkin bungkam,” kata Dohar.
“Jadi kami dari penasihat hukum ingin menegakkan hukum seadil-adilnya itu tujuan kami apalagi para terdakwa ini sudah terbuka lumayan banyak loh. Mereka terbuka terkait aset-aset itu jadi pelaksanaan perdamaian itu sudah benar-benar dilaksanakan oleh Abdurrahman Yusuf, ” pungkasnya. (SF)