Kesenjangan Pendidikan Disabilitas Berdampak di Dunia Kerja dan Rentan Kemiskinan

Nasional, Pendidikan1117 Dilihat
Foto ilustrasi : Disabilitas (bukamata.com)

 

Jakarta, beritajejakfakta.com – Kurangnya akses pendidikan penyandang disabilitas berdampak langsung terhadap kesempatan bekerja. Kesempatan penyandang disabilitas dalam mengakses pekerjaan di sektor formal masih menghadapi tantangan dan permasalahan.

Permasalahan berasal dari sisi internal penyandang disabilitas sendiri maupun dari eksternal berupa diskriminasi ketenagakerjaan.

Secara global para penyandang disabilitas ini sangat rentan berada dalam kemiskinan akibat dari terbatasnya akses terhadap pendidikan yang berpengaruh terhadap kesempatan kerja layak.

Data terbaru dari kajian terhadap indikator kesejahteraan rakyat yang dipublikasikan BPS pada tahun 2020, menunjukan masih terjadi kesenjangan pendidikan antara penyandang disabilitas dan non-disabilitas.

Tahun 2019, persentase anak 16-18 tahun baik disabilitas maupun non disabilitas yang mengikuti pendidikan SMA/sederajat mencapai 72,36 persen. Namun hanya sekitar 43,61 persen anak penyandang disabilitas mempunyai peluang sampai kejenjang pendidikan ini.

Hal ini mengakibatkan rendahnya partisipasi penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Kondisi ini mendorong penyandang disabilitas lebih banyak bekerja disektor informal yang saat ini lebih rentan terpuruk lebih dalam secara ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Ketimpangan terjadi semakin dalam seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan.

Jumlah penyandang disabilitas dunia menurut World Health Organization (WHO) mencapai 15 persen dari total jumlah penduduk dunia.

Sementara di Indonesia menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2018 terdapat 14,2 persen penduduk Indonesia atau 30,38 juta jiwa yang menyandang disabilitas.

Terkait hal itu, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), payung organisasi sosial penyandang disabilitas di 7 negara, menggelar webinar “Pemenuhan Hak atas Pekerjaan yang Layak bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia” Kamis, 9 September 2021 di Jakarta.

Seperti yang dinyatakan Gufroni Sakaril, Ketua Umum PPDI bahwa dari diskusi terbatas pada tanggal 10 Maret 2021 dicatat ada setidaknya terdapat tiga faktor utama yang memicu kesenjangan kesempatan kerja pada penyandang disabilitas.

Ketiga faktor itu yaitu kesenjangan keterampilan yang dimiliki, rendahnya tingkat pendidikan penyandang disabilitas, dan masih banyaknya sikap serta praktik diskriminatif di masyarakat dan lingkungan kerja terhadap penyandang disabilitas.

Salah satunya, penggunaan Surat Keterangan Sehat yang selama ini sangat ditakuti oleh penyandang disabilitas karena dinilai berpotensi mengagalkan calon tenaga kerja penyandang disabilitas.

Dengan surat tersebut penyandang disabilitas dianggap tidak sehat secara jasmani maupun rohani. Fungsi surat ini dirubah menjadi surat keterangan untuk menentukan penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas agar dapat bekerja secara optimal.

Foto : Republik online

Kuota kerja penyandang disabilitas

Paparan Ridwan Sumantri terkait hasil media monitoring PPDI terhadap 34 media online, merekam 73 pemberitaan terkait isu pekerjaan terhadap penyandang disabilitas sepanjang periode Januari 2020-Agustus 2021.

Hasil pemantauan menunjukkan adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta dalam mendorong pemenuhan kuota kerja bagi penyandang disabilitas. Sejumlah Kementerian Lembaga dan BUMN berusaha memenuhi kuota 2 persen tenaga kerja disabilitas.

Salah satu temuan dari media monitoring, menurut Menteri BUMN, Erick Tohir, saat ini terdapat sekitar 178 orang tenaga kerja disabilitas telah direkrut oleh BUMN.

Beberapa pemerintah daerah terpantau juga membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas adalah: DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Bali, Banten, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sulawesi Selatan dan Papua.

Posisi yang ditawarkan juga sangat beragam, mulai dari tenaga teknis di laboratorium kesehatan, operator administrasi kependudukan dan catatan sipil, staf di Dinas Sosial, Dinas Kominfo, dan guru.

Sementara di nasional, beberapa kementerian yang membuka formasi disabilitas antara lain: Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Kementerian Kelautan.

Merespon kesenjangan akses pendidikan yang masih cukup tinggi, Yanti Kusumawardhani–representasi Indonesia pada ASEAN Commission on Women and Children (ACWC) untuk Hak Anak menyatakan pentingnya kebijakan yang tepat.

Komitmen yang kuat dan kontribusi peran berbagai pihak terkait untuk menjamin kesetaraan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas.

“Pemerintah bersama stakeholder terkait perlu bersama-sama memastikan dan menjamin kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan sehingga mereka dapat mengakses kesempatan kerja yang lebih baik dimasa mendatang”, tegasnya.(Red/Kmps/Nzw)

Komentar