Hasil Survey Elektabilitas Tri Adhianto 26 Persen, Dinilai Masih Kecil?

Kota Bekasi, beritajejakfakta.com – Wakil Walikota Bekasi, Tri Adhianto Cahyono mendapat poin tertinggi dalam survei elektabilitas sebesar 26 persen, dinilai hal yang wajar karena petahana. Namun begitu, justru dianggap kecil nilainya jika dilihat dari deretan nama di survey tersebut bukan orang – orang yang populis.

Hal tersebut dikatakan Pemerhati Kebijakan Publik Bekasi, Didit Susilo menanggapi beredarnya survei baru baru ini.

Menurutnya, elektabilitas sebesar 26 persen itu masih kecil untuk seorang petahana apalagi dalam surveinya muncul nama nama yang tidak populis. Di era pandemi ini alat framing untuk mempopuler diri hanya melalui medsos dan pers.

” Itu masih fluktuatif dan wajar, apalagi Pilkada serentak 2024 masih 3 tahun lagi. Jika petahana surveinya kecil itu yang aneh,” jelasnya.

Petahana yang mempunyai kegiatan pemerintahan sudah punya panggung gratis. Terlebih jika rajin turba meski tetap mengikuti prokes.

” Faktanya yang memiliki panggung gratis hanya Mas Tri. Efektif atau tidak panggung itu dimanfaatkan ya jawabannya ada di publik. Jika turba memberi kesan positif dan memberi solusi setiap keluhan publik pasti surveinya akan tinggi,” terangnya.

Dijelaskan Didit, jabatan pasangan Walikota Bekasi Rahmat Effendi dan Wakil Walikota Tri Adhianto Cahyono akan berakhir pada 20 September 2023 atau 2,5 tahun lagi.

Sementara sesuai UU No. 10 tahun 2016 terkait jadwal pelaksanaan Pilkada serentak akan dihelat bulan November 2024. Tahapan Pilkada dimulai bulan Oktober 2023 dan pencalonan kepala daerah pada Agustus 2024. Hal tersebut untuk singkronisasi dengan hasil Pileg DPRD.

Yang jelas, dengan batalnya revisi UU Pemilu, maka setidaknya ada 101 kepala daerah yang terdiri 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota berakhir masa jabatannya pada 2022 dan harus diisi oleh pejabat pengganti (Pj).

Demikian pula yang berakhir di tahun 2023 sebanyak 171 kepala daerah yang terdiri dari 17 gubernur, 115 bupati dan 39 wali kota.

Bagi kepala daerah yang berminat kembali mengikuti kontestasi pilkada harus bersabar menunggu Pilkada Serentak 2024, baik bagi yang baru menjabat satu periode atau dua periode berminat ke level di atas, seperti dari bupati/wali kota ke gubernur atau dari gubernur ke presiden, juga bersabar menunggu 2024.

Bagi kepala daerah yang habis masa jabatan di 2022 dan 2023, bisa jadi untuk sementara jeda, break, istirahat menjadi rakyat biasa. Pada posisi inilah yang ditengarai akan menurunkan elektabilitas yang bersangkutan.

Popularitas bisa meredup. Sedikit banyak rakyat akan melupakan. Sekaligus kalau tidak dikelola dengan baik, figur-figur semacam ini akan turun nilai jual untuk bertarung di pemilihan bupati, pemilihan wali kota dan  pemilihan gubernur.

” Saat nganggur itulah petahana hanya bisa buat kegiatan sosial atas nama partai atau personal,” pungkas Didit. (SF)

Komentar