Anita kemudian memaparkan putrinya itu sudah diterima di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, PS Kedokteran Gigi Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).
“Kenapa ibu pilih di Unila?” tanya majelis hakim.
Anita menjawab dia memutuskan agar putrinya kuliah di FK Unila dengan alasan dekat rumah dan pertimbangan anaknya itu adalah perempuan.
“Rumah saya di belakang Unila, Pak. Lalu kalau di tempat (kampus) lain kejauhan karena anak saya perempuan,” kata Anita.
“Jadi putri ibu diterima di empat universitas, Unpad, Undip, Unnes dan Unila. Jadi sebenarnya putri ibu ini pintar,” kata majelis hakim.
Sementara itu, Hakim Anggota Edi Purbanus mengatakan bahwa Anita seperti “rela berkorban” demi putrinya.
Hingga sanggup mengeluarkan uang sampai lebih dari Rp 500 juta agar bisa kuliah di Unila.“Ibu ini banyak uang ya, bayar sumbangan ditambah uang SPI dan UKT, total lebih Rp 500 juta,” kata Edi Purbanus.
Diberitakan sebelumnya, kesepakatan nominal uang “infak” sebagai syarat kelulusan calon mahasiswa ke Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Lampung (Unila) sempat ditawar oleh orangtua penitip.
Untuk diketahui, “uang infak” merupakan kode yang dipakai para terdakwa untuk menyebut uang suap masuk Unila.
Kesepakatan tersebut terjadi saat Kepala Biro Perencanaan dan Humas (Kabiro Humas) Unila Budi Sutomo mengajak Anita, orangtua calon mahasiswa berinisial CAL.Menurut Anita, dia bersama Ema dan Budi berjanji bertemu di gerai Dunkin’ Donuts yang berada di Jalan ZA Pagar Alam.
Sambil mengobrol santai, ketika itu Budi mengatakan apakah Anita bisa menyumbang uang “infak” untuk pembangunan gedung Lampung Nahdiyin Center (LNC) sebesar Rp 300 juta.
“Saya bilang, kalau Rp 300 juta nggak ada, tapi kalau Rp 200 juta saya ada dan siap menyumbang,” kata Anita. (Red/kompas.com)
Komentar