Kab Berau, beritajejakfakta.id– Perum Bulog Berau terus mengintensifkan penyerapan hasil panen petani lokal. Hingga pertengahan April 2025 ini, Bulog mencatat telah menyerap sebanyak 300 ton gabah dari sejumlah kampung sentra pertanian di Kabupaten Berau.
Kepala Bulog Berau, Lucky Ali Akbar, mengatakan bahwa dari total tersebut, wilayah Kampung Buyung-buyung masih menjadi penyumbang terbesar dengan total serapan mencapai 200 ton.
“Tapi kini sudah berkembang, kita sudah mulai masuk ke Kampung Merancang dengan serapan sekitar 100 ton. Selain itu, Gurimbang juga mulai bermitra dengan kita,” ungkap Lucky.
Selain itu, kerja sama ini dijelaskannya tak hanya melibatkan Bulog dan petani semata, tetapi juga sinergi dengan berbagai pihak seperti TNI dan Babinsa.
Peran mereka sangat penting dalam membantu pemantauan lapangan dan memberikan informasi terkait lokasi-lokasi panen.
“Karena jumlah personel Bulog sangat terbatas, maka dukungan dari stakeholder lain sangat krusial. Mereka bantu menginformasikan ke kami, di mana ada panen, dan dari situ kami langsung bergerak,” ungkapnya.
Meski skala pertanian di Berau tidak besar seperti di Pulau Jawa, Lucky menilai bahwa potensi pertanian di kabupaten ini cukup menjanjikan.
Hampir di setiap kecamatan terdapat lahan pertanian, meskipun luasan dan produksinya relatif kecil.
“Tapi, masa tanamnya tidak seragam. Sehingga, panennya pun tersebar waktunya. Itu yang membuat kami harus jemput bola,” imbuhnya.
Namun, meski penyerapan berjalan lancar, kendala utama justru datang dari proses pasca panen, khususnya dalam pengeringan gabah.
Saat musim hujan tiba, proses penjemuran secara manual membutuhkan waktu lebih lama dibanding saat cuaca cerah.
“Kalau panas penuh, biasanya dua sampai tiga hari sudah bisa kering. Tapi kalau hujan, bisa berhari-hari. Sementara kualitas beras sangat bergantung pada waktu pengeringan. Kalau terlalu lama kering, gabah bisa berubah warna, mulai memerah, dan tentu kualitasnya menurun,” jelasnya.
Teknologi pengeringan modern seperti dryer memang tersedia, namun kapasitasnya masih terbatas.
Di Kampung Buyung-Buyung, misalnya, hanya terdapat satu unit mesin pengering berkapasitas 10 ton.
Padahal, potensi panen di wilayah itu bisa mencapai 1.500 ton dari total lahan seluas 500 hektare.
“Kalau dihitung, satu mesin dengan kapasitas 10 ton untuk mengolah 1.500 ton, butuh waktu sangat lama. Ini jadi perhatian serius ke depan,” tambahnya.
Dalam proses pengeringan dan penggilingan, Bulog menggandeng mitra pengolahan setempat. Petani juga terlibat aktif membantu proses penjemuran. Semua pihak bergotong royong.
“Petani tentu senang karena gabah mereka dibeli, dan mereka juga paham pentingnya proses pengeringan yang baik. Jadi mereka juga membantu jemur secara mandiri,” ucapnya.(Desi)