BMPS Kota Bekasi : Ada Dugaan Sekolah Swasta dari  Tahun ke Tahun Dibuat Mati Berlahan secara TSM 

Kota Bekasi,beritajejakfakta.com-Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi pesimis sekolah swasta bisa bertahan tetap eksis menyelenggarakan lembaga pendidikan di Kota Bekasi jika setiap tahunnya jumlah anak sekolah yang mendaftar jumlahnya menurun dan jauh dibawah target.

Seperti yang dikemukakan oleh Sekretaris BMPS  Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly  , Sabtu (28/8/2021) disebutkan untuk tahun ajaran 2021/2022 untuk tingkat SMK jumlah siswa yang mendaftar hanya mencapai 10 persen, SMA hanya mencapai 15 persen sementara untuk tingkat SMP hanya mencapai 40 persen dari jumlah target yang ditetapkan.

“Inilah yang membuat kekhawatiran apakah sekolah swasta masih bisa bertahan hidup menyelenggarakan lembaga pendidikan? Kami merasakan kelangsungan perguruan sekolah swasta diduga tiap tahun dibuat mati berlahan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif,” ucapnya.

Padahal biaya operasional dan gaji guru sekolah swasta bergantung dari besar kecilnya jumlah siswa yang bersekolah di sekolah swasta. Apalagi sarana dan prasarana yang disediakan sekolah  harus menunjang standar pendidikan yang berkualitas.

“Kebijakan  yang diterapkan Pemerintah cenderung tidak berpihak kepada kami dan “jomplang”nya jumlah besaran dana BOS Propinsi dan Kota Bekasi yang kami terima antara sekolah negeri dengan swasta. Hal ini tentu membuat beban sekolah swasta untuk membiayai operasionalnya makin berat,” ungkap Ayung.

Kenyataan di masyarakat jumlah sekolah swasta di Kota Bekasi jumlahnya lebih banyak ketimbang sekolah negeri dan jumlah usia angkatan sekolah di Kota Bekasi juga banyak. Tapi ironisnya sekolah swasta tak kebagian murid, kata Ayung prihatin.

Kata Ayung, sekolah swasta selalu tak kebagian siswa baru bahkan ada tujuh sekolah swasta yang sama sekali di tahun ini tidak ada satupun mendapatkan siswa baru.

” Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur soal jumlah siswa di sekolah negeri dalam satu kelas diwajibkan hanya berisi 32 siswa, nyatanya di lapangan bertolak belakang, jumlah satu kelas banyak yang berisikan 40 sampai 44 siswa,” tutur Ayung geram.

Lalu kemana komitmen pemerintah yang ingin mewujudkan dunia pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan jika aturan yang mereka buat sendiri dilanggar, ucap Ayung prihatin.

” Sepertinya kami dari perguruan sekolah swasta dibuat mati secara berlahan – lahan, padahal kontribusi kami sangat besar di dunia pendidikan di Indonesia,” terangnya blak -blakan. (SF)

Komentar