Kematian Wabup Sangihe, Helmud Dinilai Janggal, Adakah Terkait Surat Pembatalan Izin Tambang??

Daerah, Hukrim, Nasional2335 Dilihat

Jakarta, beritajejakfakta.com –Kematian Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), Helmut Hontong menyisakan tanda tanya. Belakangan terungkap soal Helmut sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Surat pembatalan izin tambang itu diketahui dikirim Helmut kepada Kementerian ESDM pada 28 April lalu. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf mengaku tidak tahu banyak tentang isi surat tersebut. Malah surat itu baru diketahui setelah viral di media sosial (medsos).

“Pemerintah tidak ada (mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe). Dalam kapasitas pemerintah. Mungkin beliau itu menyurat dalam kapasitas pribadi,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (11/6/2021).

Harry enggan berkomentar lebih banyak soal surat pembatalan izin tambang itu.

“Karena memang tidak dalam pencatatan pemerintahan, jadi Pemda tidak berikan komen lebih. Mungkin itu (surat) dalam kapasitas pribadi,” katanya lagi.

Harry juga menegaskan Helmut meninggal dunia ketika sedang perjalanan dinas, bukan terkait penolakan izin tambang seperti yang beredar.

“Dari sisi Pemda tidak melihat itu dalam suatu keterkaitan. Karena beliau berangkat dalam menjalankan tugas. Ada surat tugasnya dia ke Bali,” jelasnya.

Jatam Nilai Kematian Wabup Sangihe Janggal

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah Ismail, menilai kematian Helmud janggal. Karena itu, dia mendorong kepolisian melakukan penyelidikan.

Helmud Hontong tutup usia saat terbang dari Denpasar, Bali, ke Makassar. Helmud menumpangi pesawat JT740 dengan nomor kursi 25E. Merah menilai kematian yang mendadak Helmud ini mengagetkan dan misterius. Dia mengaitkan kematian Helmud dengan sikap penolakannya terhadap tambang di Sangihe.

“Ini mengagetkan. Kedua, misterius dan agak janggal kematiannya. Kenapa seperti itu? Karena dia ini kan menjadi sorotan, high profile karena dia ini kepala daerah yang menolak tambang juga. Bahkan dia juga mengirim surat ke ESDM. Suratnya juga sudah beredar,” kata Merah saat dihubungi, Jumat (11/6/2021).

“Ini janggal karena dia sehat-sehat aja, tapi tiba-tiba mendadak kolaps,” lanjutnya.

Merah mengatakan Helmut adalah sosok yang high profile. Maka itu, menurutnya, penyelidikan atas kematian Helmut harus dilakukan.

“Dia high profile juga, jadi bagi kita ini janggal. Kita mendesak agar otoritas terkait melakukan penyelidikan. Dalam hal ini pemerintah, penegak hukum, termasuk Komnas HAM,” tegasnya.

Dia juga mengungkit soal laporan warga ke Komnas HAM terkait masalah tambang di Sangihe. Bahkan, menurutnya, autopsi perlu dilakukan jika memang diperlukan.

“Apalagi bulan Mei 2021 warga juga sudah melaporkan kasus ini ke Komisioner Komnas HAM. Jadi Komnas ini jangan diam. Kepolisian juga melakukan penyelidikan yang maksimum soal apa penyebab utama kematian beliau ini. Apakah perlu dilakukan autopsi juga,” ungkapnya.

Muncul Petisi Tolak Tambang

Muncul petisi menolak izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut). Presiden Jokowi diminta turun tangan.

Permintaan ini disampaikan lewat petisi online di situs change.org. Dilihat pada Jumat (11/6/2021) per pukul 14.23 WIB, sudah lebih dari 56.300 orang yang menandatangani petisi tersebut.

Petisi itu berjudul ‘Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!’. Pihak yang menandatangani petisi itu terus bertambah. Di situs tersebut tertulis ‘petisi ini menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org’.

Petisi itu dibuat oleh Save Sangihe Island (SSI), yang terdiri dari Badan Adat Sangihe, Yayasan Suara Nurani Minaesa, Walhi Sulut, YLBHI-LBH Manado, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM-Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.
SSI memohon kepada Jokowi agar IUP dari perusahaan tambang di Pulau Sangihe bisa dicabut. Mereka mengenang Jokowi yang pernah datang ke salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.

“Sebagaimana Bapak Presiden Jokowi tentu tahu kondisi kami karena sudah pernah datang menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe. Sehingga kami mendesak kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan Produksi PT. Tambang Mas Sangihe, membatalkan ijin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan pulau kami tetap seperti saat ini,” demikian isi petisi tersebut.

Selain kepada Jokowi, petisi itu ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Arifin Tasrif, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Dalam petisi itu, disebutkan telah keluar IUP tambang SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42 ribu hektare. SSI menyebut luas konsesi tersebut mencapai setengah dari luar Pulau Sangihe.

“Dalam UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2.000 km persegi dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sedangkan pulau kami hanya berukuran 736 km persegi. Namun entah apa yang ada di benak para pejabat itu sehingga memberi izin kepada perusahaan asing untuk membongkar daratan pulau ini,” katanya.

Mereka khawatir tambang akan membuat lahan pertanian warga hilang. Tambang juga merusak hutan sehingga membuat satwa dan dan tanaman endemik terancam punah.

SSI menyatakan hutan menjadi penopang hidup masyarakat, menjadi hulu dari seluruh sungai yang mengalir di setiap kampung. Keberadaan tambang membuat masyarakat takut mata air terputus dan tercemar.

“Belum lagi, jika tambang yang hendak beroperasi hingga 2054, maka limbah beracunnya, kalau di darat akan masuk ke mata air dan sumur-sumur kami. Jika ke laut, akan mencemari bakau dan karang tempat ikan-ikan kami bertelur dan mencari makan. Lalu kami pun akan memakan ikan yang mengandung racun itu. Ini artinya kami hendak dibunuh perlahan-lahan,” ujarnya.

Baca juga:Duka Wabup Sangihe Helmut Hontong Tutup Usia di Udara

SSI mengatakan di dasar laut Sangihe terdapat dua gunung api aktif dan satu gunung aktif lain di daratan. Kondisi ini menyebabkan lempeng tektonik bagian kerak dan mantel atas bumi sering aktif, bahkan pernah tercatat terjadinya tsunami akibat aktivitas gunung berapi tersebut.

SSI mengatakan meski ada risiko bencana, masyarakat mampu mengambil hikmah menerimanya sebagai bagian kekayaan negeri dengan latar budaya bahari yang kuat. Mereka juga bangga menjadi penjaga garis depan wilayah NKRI di ujung Sulut.

Namun keberadaan tambang membuat mereka khawatir soal pemicu bencana alam. Keberadaan tambang juga bisa membuat ekosistem laut rusak. Masyarakat Sangihe sebagian juga bekerja menjadi nelayan.
“Sistem pertambangan terbuka yang akan digunakan nantinya akan mempengaruhi struktur geologi tanah kami. Getaran dan benturan akibat pengeboran atau pemboman akan mempengaruhi lempengan tektonik di bawah pulau kami, dan tentu kami tidak mau peradaban kami hilang karena bencana,” ungkapnya.(red/dtk)

Komentar